Minggu, 31 Januari 2016

PUISI - KEPADA ASU, KEKASIHKU

Su,
gelap itu hanya warna ketika kau memejam. Tapi apakah kau tahu, saat mataku nyalang terbuka atau erat terkatup yang tampak hanyalah matahari, tumbuh dari dirimu. Terang ... seterang cinta kau tiupkan di ubun-ubunku, menyalakkan api kegembiraan setelah sekian lampau padam.

Su,
tempatku berada kini bukanlah yang ingin kucapai. Tidak tanpamu.
Kerap kubayangkan kita berlarian bersama di padang-padang gundah, tempat kita akan saling mengunyah janji untuk mencumbu senja bersama. Kau akan melolongkan namaku, dan aku akan melolongkan namamu.

Tapi itu hanya mimpi, Su.
Saat angin mengabarkan isyarat hatiku ini padamu, di detik yang sama kau akan menyadari jiwaku telah tercerabut dari akar kehidupan. Perpisahan memang tak pernah terelakkan dari kita, bukan?

Jantung. Itulah masalahku, Su. Mungkin aku terlalu jauh menyiksanya dengan membenamkan ingatan tentangmu kuat-kuat di dalamnya. Nyeri itu lalu akan menyalakkan kuncup kerinduanku hingga memekarkan perih lebih lama. Pemilikku tak tega melihatku terus merajam.

Aku pergi sekarang, Su.
Sebuah suntikan akan memisahkan kita selamanya. Setidaknya di dunia ini. Tapi bukankah telah kukatakan di awal, gelap hanyalah warna ketika kau memejam. Sedangkan kau, adalah terang yang akan terus kulihat di tidur abadiku kini.

Selamat tinggal Asu, kekasihku.

Yang segenap jiwa mencintaimu,

~Pudel~



Tidak ada komentar:

Posting Komentar