Sabtu, 03 Oktober 2015

MEMORI METROMINI

Sumpah, orang tua saya Jawa 22-nya, tapi emang muka saya rada-rada Batak :-D

Walau awalnya bete dikira orang Batak, tapi ternyata justru muka kebatak-batakkan saya ini menguntungkan pas jaman sekolah!

Saat pulang dari sekolah saya yang ada di daerah Panglima Polim (pasti banyak yang tahu kan SMU Texas 46 :-P ), saya jadi sering digratisin kalau naik metromini 610 jurusan Pondok Labu-Blok M :-D

Kok bisa?

Pasti mau nanya gitu kan?

Ya bisalah! Karena mayoritas sopir dan kernet metromini itu kan asalnya dari tanah batak ya. Jadinya rasa kedaerahan tuh kental banget kalo liat ada orang dari daerah yang sama. Nah, gini lho ceritanya.

Saya paling seneng kalo naek bis, duduk paling belakang deket jendela. Alasannya, kayaknya keren dan agak-agak misterius gitu kalo diliat orang lain. Eeaaaa ... :v

Dari sini mulailah percakapan antara kondektur dan penumpang yang berujung naek kagak bayar. Ehehheheeh

Kondektur: "Sekolah di Texas kau?"
Saya: "Iya, Bang."

Kondektur: "Sering ikut tawuran? Cewek-cewek sekolah kau sering kuliat ikut tawuran."

Saya: "Itu angkatan dulu, Bang, tawurannya juga sesama cewek. Kalo angkatan saya udah insyaf. Tapi ada juga sih, dua orang temen saya yang suka ikut tawuran cowok-cowok."

Kondektur: "Ooh ... begitu? Kau ini orang Batak, bukan? Mukamu macam orang Batak saja."

Saya: "Iya, Bang." (setelah melakukan penyangkalan tapi gak dipercaya)

Kondektur: "Ah, benar kataku. Margamu apa?"

Saya: "Siregar." (nyomot marga temen)

Kondektur: (ngomong bahasa daerahnya)

Saya: "Saya gak ngerti, Bang. Saya gede di Jakarta."

Kondektur: "Ah, macam mana pulak. Harusnya kau belajar, biar paham bahasa nenek moyang kau."

Saya: (manggut-manggut)

Percakapan terhenti. Kondektur ini lalu bolak-balik nagihin ongkos ke penumpang lain. Tapi saya kok gak ditagih-tagih? Pikir saya.

Saya: "Bang, ini ongkosnya. Lupa ya?" (ngangsurin duit)

Kondektur: "Ah, sudah simpan saja tak usah bayar."

Saya: "Makasih, Bang." (nyengir bajing)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar