Sabtu, 31 Oktober 2015

PADA SEBUAH DIAM II

pada sebuah diam, kata-kata berloncatan menjadi moncong senjata yang menyalakkan dusta. engkau menganyamnya dengan rapi pada selembar pelepah pisang. Oi, itukah pelepah tempat kita dulu bernaung dari raungan hujan?

ah, hujan pun telah lama terdiam, tak ada badai untuk kutarikan sepi sepi begini. mungkin musim musim penghujan telah kembali ke musim musim kelabu. bukankah hanya ada diam di musim itu?

atau mungkin musim musim penghujan tetap ada, hanya saja diriku yang memilih untuk tak lagi menari. urung mengibaskan derai yang bergelayut di tepi tepi gaunku. memilih diam walau genderang petir telah memberikan aba-aba," hujan ini milikmu, perempuan!" teriaknya.

pada sebuah diam, aku menjadi diriku yang asing, engkau menjelma dirimu yang tak kutahu. kita memilih diam. hanya terpekur menatapi air hujan yang terus menerus mengecupi sela sela jemari.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar